Mencintai Profesi Sepenuh Hati

Bekerja dengan cinta agar semua terasa ringan dan menyenangkan menuntun kiprahnya selama 40 tahun di industri perunggasan tanah air

                Mungkin sudah banyak stakeholder peternakan khususnya perunggasan yang mengenalnya. Namun bisa saja, belum banyak yang tahu bagaimana pria kelahiran Surabaya 24 April 1956 ini terjun di industri perunggasan hingga saat ini.

                Semasa sekolah mulai dari SD (Sekolah Dasar) hingga SMA (Sekolah Menengah Atas), pria yang akrab disapa Dawami ini dihabiskan di kampung halamannya. Selepas SMA di 1974, ia merantau ke Jogjakarta untuk melanjutkan sekolah di Universitas Gadjah Mada (UGM). Kala itu, ia ingin mendaftar menjadi mahasiswa fakultas teknik. Namun, atas bantuan kakaknya yang sudah terlebih dulu menjadi mahasiswa di fakultas biologi, Dawami didaftarkan di dua fakultas yang berbeda yakni fakultas teknik dan fakultas peternakan. “Ketika saya tahu didaftarkan di fakultas peternakan, saya marah. Karena bukan bidang yang saya inginkan. Namun kemarahan saya itu tidak digubris. Saya tetap didaftarkan di fakultas peternakan, dan celakanya saya diterima,” kenang Dawami kepada TROBOS Livestock.

                Ketika itu, Dawami cukup penasaran kenapa bisa diterima di fakultas peternakan. Setelah diselidiki ternyata kuota mahasiswa yang diterima di fakultas peternakan kurang dari yang diharapkan. “Hanya ada 67 orang pendaftar dari kuota yang disiapkan 80 orang. Alhasil, saya diterima,” ujarnya.

                Tahun pertama menjalani kehidupan di fakultas yang notabene bukan pilihan, tentu membuat Dawami gusar dan frustasi. Terlebih ia sering diejek oleh teman-temannya dari fakultas lain. “Ketika saya berolahraga, bermain sepakbola, saya sering diledek oleh fakultas lain terutama fakultas sosial politik. Ledekan mereka beragam, kadang meniru suara binatang,” ungkapnya sembari mengingat. Tak tinggal diam, Dawami yang dulu sedikit nakal, seusai bermain langsung menghampiri teman yang meledeknya, lalu memukulnya. Tak heran, ia dikenal sebagai mahasiswa yang sering berkelahi di UGM.

                Memasuki tahun kedua perkuliahan, keinginannya untuk keluar dari fakultas peternakan masih bergejolak. Ia pun meminta izin kepada Bapaknya untuk pindah fakultas. Namun, lagi-lagi tidak disetujui.

Akhirnya untuk menyenangi pelajaran di fakultas, Dawami mengikuti beberapa aktivitas di luar perkuliahan, antara lain : pernah menjabat ketua senat mahasiswa, ketua softball UGM, ketua karate UGM, dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat keorganisasian. Hal itu dilakukan untuk menambah banyak teman yang ada di luar fakultas peternakan.

                Semangat yang luar biasa pun ia dapatkan dari Bapaknya. “Kamu tahu tidak, sekolah itu hanya belajar komunikasi dan menggabungkan permasalahan menjadi satu. Tapi kamu akan menjadi orang sukses, orang gagal, atau apapun bentuknya tergantung dari sikap dan kebiasaan kamu di masyarakat,” ucap Dawami menirukan sang Bapak.

                Pesan itulah yang Dawami pegang hingga saat ini. Pesan tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Harvard University yang mengatakan bahwa pengaruh sukses dari perguruan tinggi tidak lebih dari 13 %. “Dari situ saya berpikir bahwa Bapak saya lebih pintar daripada profesor-profesor di Harvard University. Bapak saya mengatakan teori itu lebih dulu,” ucapnya tertawa. Semenjak itu, Dawami tidak pernah menawar untuk pindah ke fakultas. Ia menjalaninya dengan baik dan menyadari bahwa ini sudah jalan dari Allah SWT, hingga akhirnya lulus di 1980.

Bekerja di Perunggasan

                Setelah lulus dari UGM, Dawami langsung bekerja di perusahaan swasta yaitu PT Cipendawa Agroindustri. Tidak berlangsung lama, 1,5 tahun berikutnya ia pindah ke PT Bamaindo di Jawa Timur. “Saya senang, karena pulang kampung. Kalau Cipendawa kan di Jakarta, sementara Bamaindo di Jawa Timur,” akunya.

                Di Bamaindo pun tidak berlangsung lama. Dawami yang saat itu mengurusi breeding farm dan pemasaran feedmill diminta bekerja di perusahaan lain. Awal 1984, akhirnya ia bergabung dengan PT Japfa Comfeed Indonesia hingga sekarang. “Tahun pertama saya pegang sales untuk DOC (ayam umur sehari) sampai awal 1991. Awal tahun itu pula saya dipindahtugaskan ke Jakarta sampai sekarang,” ungkapnya.

Di Jakarta, sambung Dawami, ia mengurusi rumah potong ayam (RPA) milik Japfa sampai 1997. Kemudian dipindahkan untuk mengurusi layer (ayam petelur) dan breeding farm sampai 2009. Di tahun itu pula, ia dipindahkan kembali untuk mengurusi broiler (ayam pedaging) komersial kemitraan hingga sekarang.

                Bekerja dalam bidang apapun, tentu merasakan suka dan duka. Namun, Dawami mengakui bahwa selama bekerja tidak pernah merasakan duka, karena semua dibawa senang. “Karena prinsip saya, ketika kita menyenangi/mencintai pekerjaan ataupun profesi kita, semua yang dikerjakan akan terasa enak, happy, pikiran menjadi lebih terbuka dan lebih cermat,” tegasnya.

                Namun, Dawami mengenang pengalaman yang kurang mengenakkan ketika kondisi perunggasan sedang tidak baik di 1987. Ada 1 SMP (Sekolah Menengah Pertama) di Bogor Jawa Barat yang membuat pakan ternak dengan sumber proteinya berasal dari daging tikus cincang. Ketika diberikan ke anak ayam, memang tetap tumbuh. Tapi yang disesalkan Dawami, ketidaktahuan pihak sekolah akan dampak dari bahan pakan protein yang digunakan tersebut yang membuat gejolak karena masyarakat berpikir bahwa pakan untuk ayam terbuat dari daging tikus. Dan celakanya, masalah itu diekspos stasiun televisi milik negara. “Akibatnya harga ayam pada saat itu terjun bebas, hancur-hancuran,” sesalnya.

                Pelaku usaha perunggasan pun berkerja ekstra mengembalikan kepercayaan dari masyarakat dalam mengkonsumsi daging ayam dan telur karena masyarakat Indonesia sangat sensitif terhadap isu. “Waktu itu semua harus benar-benar bekerja keras karena mengembalikan kepercayaan dari masyarakat sangat susah. Tapi perlahan, kita dapat melewati itu semua,” ucap Dawami.

Bersama GPPU

                Pada 27 Juli 2018 menjadi tonggak sejarah baru bagi kiprah Dawami di perunggasan nasional. Melalui Kongres XII GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas) di Jakarta, Dawami dipercaya menakhodai industri pembibitan unggas di Indonesia. Dawami terpilih menjadi Ketua Umum GPPU periode 2018 – 2022.

                Penggemar olahraga golf dan pengoleksi lebih dari ratusan miniatur mobil mercedes ini menilai, terjadi perubahan yang cukup drastis pada industri perunggasan tanah air. Pada 1970, penduduk Indonesia sekitar 115 juta orang. Pada saat itu, produksi ayam di awal GPPU berdiri masih sedikit sekali. Sekarang di 2018, jumlah penduduk Indonesia naik sebesar 120 % dari 1970. Dampaknya, terjadi kenaikan konsumsi daging ayam ataupun telur sebesar ribuan persen. “Ini bisa dikatakan prestasi para pelaku usaha swasta atau peternak dalam menyediakan protein hewani bagi masyarakat,” tegasnya.

                Kenaikan konsumsi daging ayam dan telur ribuan persen inilah yang perlu ditata karena sumber dari bisnis ayam ini berasal dari bisnis anak ayam yang tersedia untuk peternak. “Sumber anak ayam itulah yang diakomodir oleh GPPU, yang harapannya dapat membuat keseimbangan antara demand (permintaan) dan supply (pasokan), bukan supply dan demand,” ujarnya.

Selama ini pemerintah selalu mengurusi supply padahal demand juga perlu dipikirkan. Demand perlu diotak-atik, kemudian disesuaikan, sehingga gejolak naik turunnya produksi ayam yang berpengaruh terhadap harga dapat ditekan.

                Suami dari Ria Pribawanti ini juga menyampaikan bahwa seharusnya pemerintah mempunyai target konsumsi. Semisal target konsumsi daging ayam di 2019 sebesar 14 kg per kapita per tahun, ini harus diselaraskan dengan jumlah penduduk. “Perlu dikalkulasi ke belakang, berapa ayam yang dibutuhkan, berapa Parent Stock (PS) dan juga Grand Parent Stock (GPS),” terangnya. Namun, tidak bisa diglobal dalam 1 tahun. Pada saat pemasukan impor GPS juga harus diatur ritmenya, diatur perusahaan mana saja yang bisa mengimpor supaya nantinya pada saat produksi tidak menumpuk pada satu waktu dan langsung habis. Ini juga harus diteruskan ke PS dan FS (Final Stock) sehingga supply cenderung lebih stabil.

                Setelah supply aman, tinggal bagaimana merangsang demand sehingga harus ada target untuk itu dan jika tidak tercapai, apa yang harus dilakukan. Menurutnya, untuk merangsang demand salah satu caranya dengan berpromosi. Bersyukur, sekarang ini GPPU dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) mempunyai banyak kesepakatan. “Banyak rencana yang akan GPPU selaraskan dengan pemerintah dalam hal ini Ditjen PKH, agar perunggasan tanah air menjadi lebih baik,” katanya.

                Selain itu, Dawami akan mengajak semua breeding farm seluruh Indonesia berkumpul menjadi satu untuk menyelaraskan pemasukan ayam. “Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) dari pemerintah kepada GPPU agar bisa membawa semua perusahaan pembibitan untuk bergabung seutuhnya dalam GPPU. Tentu dalam hal ini, pemerintah sudah siap membantu untuk mewujudkannya,” terang Dawami.

Ayah 2 orang putri dan kakek 2 orang cucu ini bertekad, pengurus GPPU yang baru ini akan berusaha melakukan tugas sebaik-baiknya. Bersama-sama para pelaku breeding farm, bahu membahu dengan pemerintah dan para peneliti/pengkaji memajukan perunggasan di Indonesia masa kini dan masa depan dalam penyediaan sarana produksi bibit unggas yang semakin berkualitas. “Dengan bibit yang baik diharapkan dapat menghasilkan bahan pangan berupa telur dan daging ayam yang berkualitas untuk masyarakat, tersedia cukup di seluruh pelosok tanah air dengan harga terjangkau,” tegas Dawami. TROBOS/yan