Modernisasi Industri Perunggasan

Industri perunggasan merupakan pasar yang tetap menarik karena potensinya dalam konsumsi, nilai transaksi pasar yang besar, bagus dalam segi bisnis, baik dalam era sebelum dan setelah pandemi Covid-19. Industri yang menarik ini didorong oleh kebutuhan yang lebih tinggi dengan permintaan yang kuat dalam konsumsi protein karena setelah pandemi masyarakat ingin hidup yang lebih peduli dengan imunitas dan kesehatan.

 Dalam rangka memenuhi permintaan daging ayam dan telur yang terus meningkat pasca pandemi, sektor protein hewani perlu melakukan modernisasi dan industrialisasi agar dapat berproduksi dengan lebih efisien, efektif, dan berdaya saing. Dunia pasca pandemi akan penuh dengan tantangan, tetapi bisa dilihat pula sebagai peluang untuk perbaikan berkelanjutan dan peningkatan efisiensi sehingga industri perunggasan dapat terus menempatkan aspek kesehatan, harga makanan yang lebih terjangkau dan berkelanjutan di setiap meja makan konsumennya. 

 Upaya yang dapat dilakukan oleh para pelaku usaha dalam industri perunggasan antara lain adalah (a) Meningkatkan integrasi vertikal. Integrasi vertikal dilakukan untuk mendapatkan nilai tambah di seluruh rantai pasokan untuk meningkatkan stabilitas marjin keuntungan; (b) Menerapkan AgTech dan digitalisasi mulai dari kandang sampai meja konsumen di seluruh rantai pasokan. Penggunaan big data, Internet of Things, robot, sensor, dan drone merupakan teknologi yang sangat maju untuk mentransformasi industri perunggasan; (c) Meningkatkan keamanan bio; Keamanan bio dilakukan dalam rangka mengatasi penyebaran penyakit dan mengurangi tingkat kematian; dan (d) Modernisasi dan otomatisasi di seluruh rantai pasokan. Modernisasi dan otomatisasi dilakukan dalam meningkatkan efisiensi lahan pertanian dan untuk mengurangi rasio konversi pakan dan mengurangi masa pertumbuhan dan penggemukan. 

Sejalan dengan usaha-usaha di atas, pada era normal baru, peningkatan daya saing industri daging ayam dan telur membutuhkan perubahan model rantai pasokan dari yang bersifat tradisional (lama) ke model yang baru. Model rantai nilai tradisional (lama) dicirikan dengan adanya peternakan unggas dengan skala kecil, inefisiensi yang tinggi, volume produksi yang kecil, penjualan masih didominasi dalam bentuk ayam hidup (live bird), usaha perbibitan yang menggunakan teknologi yang belum modern (tradisional) dan tidak tersedia infrastruktur yang mendukung sistem pemasaran rantai dingin. 

Model rantai pasokan yang baru dicirikan dengan adanya perusahaan yang terintegrasi baik skala kecil, menengah, dan besar, tersedianya pabrik pakan lokal dengan harga yang lebih bersaing, volume produksi lebih besar, perbibitan yang modern, dan tersedianya infrastruktur pendukung sistem pemasaran rantai dingin. Pemasaran yang bersifat rantai dingin mutlak diperlukan karena daging ayam dan telur mudah rusak (perishable).

 Di balik musibah selalu ada berkah dan hikmah. Perubahan perilaku konsumen selama pandemi Covid-19 memberikan adanya kesempatan untuk menstransformasi industri perunggasan ke arah yang lebih modern, lebih terintegrasi dan lebih ke hilir untuk meningkatkan nilai tambah. Winston Churchill (mantan Perdana Menteri Britania Raya) menyatakan “An optimist sees an opportunity in every calamity; a pessimist sees a calamity in every opportunity”. Marilah menjadi orang yang optimis karena menurut Winston Churchill tersebut, seseorang yang optimis bisa melihat peluang dalam setiap bencana, dan seseorang yang pesimis, melihat bencana di setiap kesempatan.

Dikutip dari artikel Prof. Arief Daryanto, Dekan Sekolah Vokasi IPB University, di Majalah trobos Livestock (www.troboslivestock.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *