Dukungan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Perunggasan Nasional
Komoditas unggas, menjadi komoditas satu-satunya di peternakan yang hulu hilirnya sudah terbentuk dengan baik. Dan apabila dibandingkan dengan komoditas peternakan lainnya, tak bisa dipungkiri bahwa unggas menjadi komoditas yang sangat penting dan strategis bagi Indonesia.
Menurut Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Agung Suganda, tak hanya mampu berswasembada, produk perunggasan telah berkontribusi atas 2/3 dari konsumsi protein masyarakat Indonesia, serta menyumbang 80,77 % terhadap total produksi ternak. Selain itu, industri ini juga secara nyata telah mendukung perekonomian negara dengan menyumbang 60 persen terhadap PDB peternakan.
“Sebagai industri padat karya, perunggasan juga berperan aktif dalam menyediakan tenaga kerja bagi masyarakat dengan menyerap sekitar 10 persen dari tenaga kerja nasional, dengan omzet mencapai 700 triliun per tahun. Kemudian dalam perjalanannya, industri ini juga terus tumbuh. Hal ini tercermin dari pertumbuhan industri pembibitan yang saat ini berjumlah 23 perusahaan GPS Broiler dan 6 perusahaan GPS Layer. Selain itu, industri pakan juga tumbuh pesat dengan jumlah 110 pabrik pakan dengan kapasitas produksi 29.652 juta ton,” jelasnya dalam acara ‘Agromaritim Outlook 2024’ yang dilaksanakan di Bogor, Selasa (27/2).
Sebenarnya, Agung melanjutkan bahwa peluang pengembangan perunggasan masih terbuka lebar. Karena apabila dilihat dari konsumsi, masih terbilang rendah, dan tren-nya akan terus mengalami peningkatan. Dimana konsumsi daging ayam ras di kisaran angka 13 kg/kapita/tahun, kemudian untuk 22 kg/kapita/tahun. Angka ini terbilang masih rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, bahkan di Asean. Dan dengan pertumbuhan ekonomi 5% rata-rata per tahun, seharusnya peluang peningkatan konsumsi kita masih cukup tinggi.
Namun dalam pembangunan perunggasan ini, tentu tak lepas dari berbagai tantangan. Saat ini pelaku usaha dihadapkan pada persoalan harga output yang lebih rendah dengan biaya input. Melihat hal tersebut, pemerintah telah membuat rencana aksi perunggasan salah satunya dengan menjaga keseimbangan supply-demand live bird (LB) dengan mewajibkan perusahaan GPS memiliki rencana bisnis, rencana produksi dan target pasar guna memitigasi risiko terhadap over supply LB dan karkas. Kemudian melakukan pengendalian produksi secara mandiri melalui stabilisasi ketersediaan dan harga DOC dan live bird sesuai harga acuan penjualan (HAP). Selain itu juga melakukan optimalisasi penyerapan dan pemotongan livebird di RPHU dan pemanfaatan cold storage.
Tak sampai disitu, menurut Agung pemerintah juga terus berupaya melakukan perlindungan dan pemberdayaan peternak dengan mendorong peternak mengikuti kemitraan dengan perusahaan integrator guna mendapatkan jaminan pemenuhan sarana produksi dan pemasaran.
Bagi peternak yang tetap ingin berusaha secara mandiri, pemerintah mendorong untuk bergabung dan membentuk koperasi dengan rencana bisnis, rencana produksi dan target pasar jelas serta berbentuk usaha integrasi hulu-hilir.
Materi presentasi Ditjen PKH di Agromaritim Outlook 2024 tersebut dapat diunduh di tautan berikut ini: https://gppu-indonesia.org/2024/04/01/materi-presentasi-ditjen-pkh-di-agromaritim-outlook-2024/
Dikutip dari Media Livestockreview (www.livestockreview.com)