Memajukan Wirausaha Perunggasan di Indonesia

Indonesia memiliki populasi penduduk yang sangat besar, dan hal itu menjadi peluang untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi protein hewani. Peluang tersebut didukung pula oleh kekayaan alam yang besar, iklim yang mendukung, ketersediaan teknologi, serta bahan baku yang bisa menjadi nilai tambah dalam suatu proses produksi.

Semua kelebihan yang dimiliki Indonesia tersebut menjadi tantangan pengembangan wirausaha di bidang perunggasan dalam rangka untuk dapat menyuplai kebutuhan protein hewani bagi warga Indonesia. Terlebih lagi, saat ini perunggasan menyumbang kontribusi atas 2/3 dari kebutuhan protein hewani nasional, berkontribusi atas 80,77% terhadap total produksi ternak nasional.

Perunggasan di Indonesia juga mampu menyerap sekitar 10% dari tenaga kerja nasional, dengan omzet mencapai 700 Triliun per tahun (Ditjen PKH, 2024). Sementara di sisi lain angka konsumsi protein hewani asal unggas masih sangat kecil dibanding negara-negara tetangga di ASEAN.

Peluang itu dapat dimanfaatkan oleh para wirausaha di bidang perunggasan untuk dapat berkreasi memanfaatkannya. Kewirausahaan pada prinsipnya merupakan suatu kemampuan utk memberi nilai tambah suatu produk di pasaran, yang tentunya menggunakan berbagai cara.

Kewirausahaan dikaitkan dengan pembentukan bisnis baru yang menghasilkan keuntungan, nilai, dan produk baru atau jasa yg unik serta kreatif. Jadi, kewirausahaan merupakan proses menciptakan hal baru atau membuat sesuatu yg berbeda dari yg pernah ada sebelumnya. Dengan demikian, seorang wirausaha adalah seseorang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai peluang, mengelola sumber daya yang dibutuhkan serta mengambil tindakan yang tepat, guna memastikan sukses secara berkelanjutan.

Adapun usaha atau perusahaan, merupakan suatu bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus-menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan, baik yang diselenggarakan oleh perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di suatu daerah dalam suatu negara.

Di era yang penuh tantangan global ini, seorang pengembangan kewirausahaan di suatu negara dihadapkan oleh fakta bahwa dunia senantiasa berubah, atau dikenal sebagai Volatility, Uncertanity, Complexity, Ambiguity (VUCA World). Hal itu disebabkan dunia usaha sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor: selesa pasar, kebijakan pemerintah, perkembangan politik, krisis ekonomi, perkembangan teknologi, dan kesehatan masyarakat.

Volatility. Perupakan perubahan yang berlansgung dengan sangat cepat di era disrupsi dan digital ini. Product live cycle yang sebelumnya mencapai 15-20 tahun, kini pada era sekarang hanya berlangsung selam 1-5 tahun saja. Seorang wirausaha harus selalu beradaptasi dengan adanya berbagai perubahan yang dihadapi.

Uncertainty. Seorang wirausaha selalu dihadapkan pada ketidakpastian, baik pada saat ini ataupun masa depan. Cukup atau tidak cukup atas informasi yang memadai, perusahaan atau seorang wirausaha harus tetap mengambil keputusan. Dengan demikian untuk dapat bertahan, seorang wirausaha harus selalu siap dengan berbagai kepastian. 

Complexity. Banyak informasi dan faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan, namun tidak mungkin semua faktor tersebut dapat dipertimbangkan. Sehingga perlu untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang penting saja untuk pengambilan keputusannya.

Ambiguity. Seringkali informasi yang didapatkan tidak jelas, tidak lengkap, tidak akurat, atau bahkan saling bertentangan, sehingga sulit untuk dapat ditarik kesimpulan. Oleh karena itu, keputusan dapat saja berubah sesuai dengan perkembangan yang terjadi.

Jadi walaupun pengembangan perunggasan Indonesia terbuka lebar, namun peluang dan tantangan dalam lingkungan perunggasan tersebut akan senantiasa terus- menerus mengalami perubahan, sehingga sangat diperlukan strategi dalam pengambilan keputusan. Di sinilah peran penting seorang wirausaha perunggasan untuk dapat memanfaatkan peluang bisnis perunggasan di tengah keberadaan perusahaan-perusahaan raksasa dunia yang ada di Indonesia.

Di Indonesia jumlah wirausaha perunggasan, apalagi wirausaha muda masih sangat sedikit. Hal itu disebabkan beberapa faktor seperti pola pikir yang tidak tepat; tidak memahami bagaimana memulai sebuah wirausaha perunggasan; modal belum mencukupi; ingin sukses secara instan; khawatir akan ketidakpastian; ketakutan setelah mendengar cerita kegagalan, dan sebagainya.

Menurut Isra Noor (2023), untuk memulai suatu wirausaha perunggasan harus dimulai dari apa yang dimiliki, harus berani memulainya, dan tidak membiarkan kesempatan lewat. Ada banyak cara untuk memulai usaha, bisa dari ide yang sederhana, ide dari pendidikan, pekerjaan, hobi, keahlian, ataupun keprihatinan. Hukum memulai usaha sama halnya dengan hukum gaya gesek suatu benda.

Benda yang diam akan memiliki gaya gesek yang relatif besar dibandikan dengan benda yang bergerak. Dan gaya gesek terbesar terjadi pada saat benda akan bergerak. Demukian juga ketika akan memulai usaha, maka hambatan terbesar adalah ketika akan memulainya.

Di industri perunggasan nasional, tantangan utama yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh seorang wirausaha adalah perihal margin keuntungan, outbreak penyakit, masuknya produk impor, masih rendahnya minat para pelaku usaha secara profesional, dan aspek permodalan. Semua tantangan tersebut harus dicermati sebagai bekal dalam melangkah menjadi seorang wirausaha perunggasan yang sukses.

Dikutip dari  Majalah Infovet (www.majalahinfovet.com)